Sekjen PBB Kunjungi Lokasi Penembakan Masjid di Christchurch

CHRISTCHURCH, iNews.id - Sekjen PB Antonio Guterres berkunjung ke Masjid Linwood Islamic Centre dan Masjid An Nur, Christchurch, Selandia Baru, Selasa (14/5/2019), lokasi penembakan pada 15 Maret 2019 yang menewaskan 51 jamaah Salat Jumat.

Pada kesempatan itu, Guterres berdialog dengan para korban dan keluarga korban tewas di Masjid An Nur. Dia mengaitkan peristiwa itu dengan beredarnya rasa kebencian melalui media sosial.

Seperti diketahui, pelaku penembakan, pria 28 tahun asal Australia Brenton Tarrant menyiarkan langsung penembakan brutal melalui akun Facebook. Tak heran jika kesadisan Tarrant langsung bisa dilihat semua orang di dunia.

"Saya tahu tidak ada kata-kata untuk bisa menghilangkan rasa sakit dan kesedihan, tetapi saya datang ke sini secara pribadi untuk mengungkapkan cinta, dukungan, dan kekaguman yang penuh," katanya, dalam sambutan, dikutip dari AFP.

Kunjungannya itu juga untuk menyapa masyarakat muslim di Christchurch yang tengah menunaikan ibadah puasa Ramadan.

Lebih jauh Guterres mengatakan, saat media sosial dimanfaatkan untuk mempromosikan kefanatikan maka yang ada hanya bertambahnya kebencian sehingga membuat kondisi menjadi lebih berbahaya.

"Ujaran kebencian menyebar seperti api di media sosial. Kita harus memadamkannya. Tidak ada ruang untuk ujaran kebencian, online atau offline," tutur pria asal Portugal itu.

Pernyataannya itu disampaikan ketika Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern memulai upaya untuk meredam konflik di media sosial dalam pertemuan di Paris, Prancis, pekan ini. Ardern sempat menyambut Guterres saat tiba di Negeri Kiwi itu pada Minggu,

Di Paris, Ardern akan menggelar pertemuan dengan para pemimpin dunia dan perusahaan teknologi untuk mempromosikan "seruan Christchurch" bertujuan untuk mengekang ekstremisme online.

Perempuan pertama yang menjadi PM Selandia Baru itu sangat kritis terhadap raksasa media sosial setelah pembantaian di Christchurch. Dia mendesak perusahaan platform media sosial bertanggung jawab atas kekerasan akibat ujaran kebencian.

Editor : Anton Suhartono

Let's block ads! (Why?)