3 Siswi SMA Dijebloskan ke Tahanan karena Coret Foto Presiden

NAIROBI, iNews.id - Tiga siswi SMA di Burundi ditangkap polisi karena mencoret foto Presiden Pierre Nkurunziza di buku pelajaran.

Jika terbukti bersalah, siswi berusia masing-masing 15, 16, dan 17 tahun itu terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun.

Hakim mengatakan, ketiga siswi itu harus dituntut karena menghina kepala negara. Dia juga memerintahkan penegak hukum memenjarakan mereka di fasilitas tahanan anak di Kota Ngozi sambil menunggu persidangan.

Mereka dituduh merusak foto Nkurunziza yang berada di lima buku pelajaran sekolah. Guru menjelaskan para siswa harus saling berbagi buku karena tidak cukup jika dibagikan untuk setiap siswa.

Menurut organisasi kemasyarakatan di bidang advokasi hukum dan HAM, FENADEB, ketiganya ditahan sejak 12 Maret 2019.

Sebenarnya ada tujuh orang yang ditangkap yakni tiga siswi lain da bocah laki-laki berusia 13 tahun. Namun tiga siswi itu dibebaskan dari tuduhan dan seorang bocah laki-laki dilepas karena masih di bawah umur.

Aktivis Human Right Watch (HRW), Lewis Mudge, mengatakan, orangtua sangat terpukul dengan kasus ini, bahkan ada yang tak mau makan. Kondisi ini diperparah dengan ketidakjelasan kapan sidang dimulai.

Mudge menyoroti, banyak kasus kriminal lain yang lebih mendesak untuk diselesaikan pengadilan, ketimbang menyeret pelajar ke meja hijau.

"Dengan begitu banyak kejahatan yang dilakukan di Burundi, sangat tragis bahwa anak-anak menjadi pihak yang dituntut karena coretan tidak berbahaya ini. Pihak berwenang harus fokus meminta pertanggungjawaban pelaku pelanggaran hak asasi yang serius, ketimbang memenjarakan anak sekolah karena coretan," tuturnya, dikutip dari AFP, Kamis (21/3/2019).

Ini bukan kasus pertama di Burundi, pada 2016, beberapa siswa dijatuhi hukuman penjara karena mencoret wajah presiden. Ratusan siswa lain juga pernah dikeluarkan.

Burundi berada dalam kekacauan sejak Nkurunziza terpilih kembali untuk periode jabatan ketiga pada April 2015.

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) memperkirakan, kekerasan yang terjadi antara April 2015 dan Mei 2017 merenggut setidaknya 1.200 nyawa dan menelantarkan lebih dari 400.000 orang.

Editor : Anton Suhartono

Let's block ads! (Why?)