Saham Kraft Heinz Turun Tajam, Warren Buffet Rugi Rp60 Triliun

JAKARTA, iNews.id - Saham Kraft Heinz turun lebih dari 27 persen ke level 34,95 dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan pasar saham Jumat kemarin. Dengan anjloknya harga saham perusahaan makanan kemasan asal Amerika Serikat (AS) tersebut, membuat Warren Buffet sebagai salah satu investor utama merugi besar.

Perusahaan Berkshire Hathaway milik Warrren Buffet mengalami kerugian sebesar 4,3 miliar dolar 0AS, atau setara dengan Rp60,2 triliun (dengan asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS) hanya dalam kurun waktu satu hari, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (23/2/2019).

Kraft Heinz adalah perusahaan terbesar yang dikelola oleh perusahaan investasi Berkshire Hathaway, setelah Apple, beberapa bank, dan Coca-cola.

Beberapa pengamat menilai, anjloknya saham yang dikenal menghasilkan keju kemasan itu diakibatkan oleh buruknya kinerja keuangan perusahaan. Warren Buffet dikenal sebagai sosok investor yang memiliki strategi pembelian saham dengan hasil tawar menawar, yang kemudian digunakan sebagai filosofi perusahaannya.

Filosofi ini telah lama diterapkan oleh banyak orang yang mencari pengembalian efektif dan cepat. Dengan begitu, penurunan tajam saham hampir tidak pernah terjadi untuk seluruh saham yang dikelola di Berkshire Hathaway.

Ke depannya, Kraft Heinz akan memotong dividen bagi pemegang saham menjadi 40 sen setiap kuartal, dari sebelumnya 63 sen. Para pakar menilai, mulai munculnya tren hidup sehat memiliki dampak signifikan terhadap perusahaan makanan dan minuman, seperti Kraft Heinz dan Coca-cola. Hal inilah yang membuat kedua perusahaan tersebut merugi.

Meskipun saham Coca-Cola naik lebih dari 5 persen selama 12 bulan terakhir, namun saham perusahaan raksasa minuman soda ini telah merosot lebih dari 4,5 persen, setelah manajemen mengeluarkan proyeksi laba 2019 yang suram dalam laporan kuartal keempatnya.

Sementara itu, saham Kraft Heinz telah turun lebih dari 28 persen dalam 12 bulan terakhir, bahkan sebelum memperhitungkan kerugian pada Jumat.

Editor : Ranto Rajagukguk

Let's block ads! (Why?)