
JAKARTA, iNews.id - Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, mulai melambatkan kenaikan suku bunga acuannya (Fed Funds Rate/FFR). Pada tahun lalu FFR naik sebanyak empat kali namun tahun ini diperkirakan pasar hanya naik satu kali.
Kendati demikian, The Fed masih tetap melakukan normaliasasi kebijakannya dengan cara intervensi lain yaitu balace sheet reduction (pengurangan neraca keuangan). Intervensi moneter ini dilakukan agar perekonomian AS tidak terlalu overheating.
Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, hal ini dilakukan karena The Fed khawatir akan adanya inversi (pembalikan posisi) antara US 10 year bond dengan US 2 year bond. Kemudian, jatuh temponya utang AS yang berjangka waktu 30 tahun dan lima tahun yang berdekatan yaitu di 2019 dan 2020.
"Terakhir kali mereka mengalami ini saat 1929 ketika ada depresi besar yang membuat AS dan negara lain kena dampaknya. Ini membuat mereka saat itu kesulitan. Jadi mereka mengalami dilema," ujarnya saat dihubungi iNews.id, Sabtu (23/2/2019).
Menurut dia, pengalaman tersebut membuat The Fed menjadi dilema karena jika normalisasi kebijakan dilakukan dengan menaikkan FFR maka justru akan mempercepat krisis ekonomi. Oleh karenanya, The Fed mengambil langkah yang tidak populer yaitu dengan balance sheet reduction.
"Menaikkan FFR mereka hanya mempercepat krisis, bubble-nya akan pecah. Tapi kalau mereka tidak menaikkan FFR pada akhirnya hanya menahan krisis jadi membuat bubble-nya semakin besar. Maka sebagai pilihan yang juga tidak terlalu bagus mereka melakukan balance sheet reduction atau quantitative tightening," ucapnya.
Namun, kebijakan ini ternyata sama berisikonya dengan kebijakan menaikkan FFR. Pasalnya, meski tidak secepat risiko yang diberikan FFR tapi balance sheet reduction bisa mengancam pasar obligasi dan saham.
"Mungkin tidak straight forward seperti suku bunga karena suku bunga langsung ditangkap pasar jadi ketika suku bunga diketatkan pasar langsung merespons. Sedangkan balance sheet reduction kan memang sudah dilakukan beberapa kali jadi tidak terlalu terlihat sama pasar karena sedikit-sedikit tapi dilakukan secara konsisten," kata dia.
Risiko terjadi karena pengurangan aset yang dilakukan The Fed akan membuat harga obligasi turun. Hal ini akan menyebabkan suku bunga obligasi naik terutama untuk obligasi jangka pendek.
"Kenaikan suku bunga mempunyai risiko krisis terjadi lebih cepat. Tapi dengan metode seperti ini saya tidak meliat bahwa mereka bisa menunda krisis, malah punya potensi hancurkan obligasi dan pasar saham," tuturnya.
Editor : Ranto Rajagukguk
https://ift.tt/2SnQKVr
February 24, 2019 at 11:03PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tunda Krisis, The Fed Pilih Kurangi Aset Ketimbang Naikkan Suku Bunga"
Post a Comment