Search

Kemendagri: Pers dan Masyarakat Berperan Tangkal Politik Uang

JAKARTA, iNews.id – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta para insan pers dan semua lapisan masyarakat agar mampu menangkal dan mengantisipasi politik uang pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2019. Pasalnya, masyarakat saat ini masih lebih terfokus pada penyelenggaraan pemilu presiden (pilpres) dibandingkan dengan pileg.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar menuturkan, potensi politik uang lebih besar terjadi pada proses pileg dibandingkan pilpres. Asumsi tersebut sejalan dengan hasil temuan penelitian August Melasz dari Sindikasi Politik dan Demokrasi, serta; temuan penelitian Burhanuddin Muhtadi dari Indikator Politik Indonesia.

“Kita semua harus memiliki sensitivitas untuk mengungkap cara-cara baru penerapan politik uang. Kepekaan ini juga termasuk harus dimiliki pemerintah (pusat), pemerintah daerah, parpol, masyarakat, penyelenggara pemilu, dan pers,” ujar Bahtiar di Jakarta, Jumat (8/2/2019).

Menurut dia, politik uang di Pileg 2019 sepertinya lebih terasa karena sistem proporsional terbuka memang memungkinkan adanya pertarungan antarcaleg dalam satu partai dan dalam satu dapil (daerah pemilihan) yang sama. Kemungkinan ada metode baru untuk menggaet pemilih dengan berbagai cara dan tidak selalu dengan uang cash (tunai). Sebagai contoh, money politic bisa saja dilakukan melalui pendekatan dengan kelompok tertentu untuk menawarkan jasa atau barang.

Dia mengatakan, praktik politik uang biasanya sudah dilakukan jauh-jauh hari oleh para pelaku lewat upaya menanam jasa pada pemilih di dapil mereka. Para pelaku tersebut biasanya sudah mengikat kelompok atau elite yang dianggap mampu menghasilkan jumlah massa, misalnya saja kelompok tani, kelompok nelayan dan lain2.

BACA JUGA:

Kampanye Unik Caleg Perindo DKI Ramdan: Bagi-Bagi Bibit Tanaman Obat

Sudirman Yakin Energi Positif Naikkan Elektabilitas Prabowo di Jateng


“Praktik money politic pun kemungkinan mengalami inovasi baru yang lebih sulit dideteksi. Andai hal tersebut benar-benar terjadi maka berdampak pada rusaknya sistem politik demokrasi yang sehat, bermartabat dan akuntabel,” ucap Bahtiar.

Direktur Eksekutif  Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), August Melasz mengatakan potensi kerawanan politik uang akan kembali terjadi dan meningkat pada Pemilu 2019. Hal itu didasarkan pada jumlah dapil di DPR yang semakin banyak yaitu 80, dengan jumlah caleg yang juga bertambah.

Selain itu, menurut August, jika dilihat dari Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) Tahun 2014, masih didominasi oleh penerimaan dari caleg. Hal ini juga dimungkinkan akan terjadi pada Tahun 2019 mengingat sistem yang digunakan masih proporsional terbuka.

Dari total Rp2,1 trilliun LPSDK 2014, terdapat  82,65 persen penerimaan dari caleg, perseorangan 8,34  persen, partai politik 7,60 persen, badan usaha 1,15 persen, dan Kelompok 0,26 persen. “Artinya, sumbangan dana kampanye masih lebih besar dibandingkan dengan dana yang dimiliki partai politik. Sistem proporsonal terbuka inilah yang menyebabkan kampanye makin bersifat personal, bukan partai sehingga politik uang pun seolah tak dapat dihindari,” ujar August.

Senada, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan, minimnya pengawasan dan perubahan jumlah dapil turut memengaruhi meningkatnya potensi politik uang di Pemilu 2019. “Faktornya yang bertarung di pileg tahun ini jauh lebih banyak dibandingkan 2014, karena dapil nambah dan kursi juga nambah,” tuturnya.

Editor : Ahmad Islamy Jamil

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2SjqiRH
February 09, 2019 at 08:54AM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Kemendagri: Pers dan Masyarakat Berperan Tangkal Politik Uang"

Post a Comment

Powered by Blogger.