
JAKARTA, iNews.id – Pada keadaan sehat dan normal, setiap manusia memiliki 23 pasang kromosom atau 46 buah. Namun terkadang terjadi kelainan-kelainan kromosom yang menyebabkan terjadinya penambahan jumlah kromosom (trisomi). Setiap janin dalam kandungan memiliki risiko untuk mengalami kelainan kromosom tersebut.
Salah satu kelainan kromosom yang paling sering ditemukan yakni trisomi 21 yang disebabkan oleh penambahan kromosom pada pasangan kromosom ke-21. Ini dapat menyebabkan bayi terlahir dengan down syndrome. Data menunjukkan down syndrome ditemukan pada 1 dari 700 kelahiran di Indonesia setiap tahun.
Menurut dr Jessica Lepianda dari Genetics Indonesia, pemeriksaan diagnostik untuk mendeteksi kelainan trisomi 21 ini dapat dilakukan dengan amniosentesis atau CVS. Prosedur pemeriksaan amniosentesis yakni dengan memeriksa cairan amnio/cairan ketuban.
Namun, pemeriksaan ini memiliki risiko cukup tinggi sehingga dokter hanya akan menyarankan pemeriksaan ini kepada pasien jika diduga janin memiliki kelainan atau cacat bawaan. Permasalahannya, terkadang orangtua khawatir dan ingin mengetahui kondisi janinnya.
“Nah, dengan pemeriksaan NIPT (Non-Invasive PreNatal Test) ini yang diambil adalah sampel darah dari ibu, sehingga tidak berisiko untuk janinnya. Pemeriksaan NIPT bisa dilakukan sejak usia kehamilan sudah 10 minggu dan memiliki tingkat akurasi hingga mencapai 99 persen,” kata dr Jessica, Sabtu (7/12/2019).
Karena itu, kata dia, bagi ibu-ibu atau orangtua yang sedang menantikan kelahiran buah hatinya dan cemas mengenai kondisi kesehatan janinnya, bisa melakukan screening test ini. Jika hasilnya low risk, tidak perlu dilakukan amniosentesis.
Jessica menuturkan, ada berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang anak lahir dengan kelainan kromosom, yaitu:
1. Usia ibu saat hamil.
Down syndrome bisa terjadi pada siapapun juga, namun risikonya akan semakin besar pada kehamilan saat usia ibu 35 tahun ke atas.
2. Ada riwayat keluarga dengan kelainan jumlah kromosom.
Beberapa kasus down syndrome diakibatkan salah satu dari orangtuanya memiliki gen pembawa down syndrome atau carrier. Pada wanita yang sebelumnya pernah mengandung bayi dengan down syndrome memiliki risiko untuk mengalami hal yang sama pada kehamilan berikutnya. Namun risiko ini hanya berkisar sekitar 1 persen saja.
3. Faktor lingkungan.
Paparan dari bahan atau zat kimia yang diterima ibu dari lingkungan selama masa kehamilan juga dapat meningkatkan risiko anaknya menderita kelainan kromosom. Salah satu paparan bahan kimia yang berbahaya adalah rokok. Selain dapat menyebabkan terjadinya kelainan kromosom pada janin, merokok saat hamil juga dapat menyebabkan bayi terlahir dengan kelainan jantung.
FirstVue Indonesia merupakan salah satu pelopor penyedia layanan pemeriksaan kromosom (NIPT) di Indonesia. FirstVue bagian dari Genetics Indonesia sebagai laboratorium genetika swasta pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi Next Generation Sequencing (NGS) untuk pemeriksaan NIPT ini.
Menurut Jessica, biaya untuk pemeriksaan NIPT berkisar dari Rp7.500.000 hingga Rp11.000.000. Hasil pemeriksaan akan selesai maksimal dalam 14 hari kerja dan dapat dikonsultasikan dengan dokter kandungan.
Pemeriksaan ini juga menyediakan layanan home service, yakni pengambilan darah dapat dilakukan di rumah. Dengan demikian, ibu-ibu hamil tidak perlu melewati macet untuk datang ke lab.
“Pemeriksaan NIPT ini diharapkan dapat mengurangi kecemasan orangtua terhadap kesehatan janin atau calon buah hati mereka, juga dapat mempersiapkan kelahiran buah hatinya dengan lebih baik,” ucapnya.
Editor : Zen Teguh
https://ift.tt/38fUvWr
December 07, 2019 at 09:00AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kenali Risiko Kelainan Kromosom pada Janin dengan Pemeriksaan NIPT"
Post a Comment